BELAJAR DARI ATLET : PENTINGNYA CPR !
Nathania Purnomo – doktervito.com
Dunia sepak bola internasional baru-baru ini digemparkan oleh Christian Eriksen, pemain bola asal Denmark, yang tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri di lapangan saat laga EURO 2020 karena mengalami henti jantung. Sontak, Eriksen segera ditolong oleh pemain lain dengan diberikan CPR, sebelum akhirnya tim medis datang. Eriksen pun selamat, berkat pertolongan CPR yang sigap dan benar yang diberikan oleh temannya.
Eriksen diduga terkena aritmia atau gangguan irama jantung yang menyebabkan jantung berdetak tidak beraturan, sehingga pompa jantung tidak efektif dalam memberikan asupan oksigen ke organ tubuh dan seseorang kolaps mendadak. Seperti dilansir dari buku Henti Jantung Mendadak pada Atlet dan Orang Muda, yang ditulis oleh dr. Vito Damay, SpJP (K), sebagian besar penyebab atlet di bawah 35 tahun yang mengalami henti jantung adalah karena kelainan jantung bawaan, termasuk aritmia. Lainnya adalah kelainan struktur jantung atau kardiomiopati. Kelainan ini sebenarnya sebagian dapat dideteksi sebelumnya dengan pemeriksaan EKG, Echocardiography (USG jantung) atau jika dianggap perlu, pemeriksaan MRI jantung.
Selain kejadian memprihatinkan yang menimpa Eriksen, dunia bulutangkis Indonesia juga baru saja dilandang duka atas kepergian atlet kebanggaan bangsa di usia muda, Markis Kido. Ia terjatuh di pinggir lapangan tak sadarkan diri setelah latihan bulutangkis. Namun malangnya, tindakan yang diberikan orang lain di sekitarnya tidak dapat menyelamatkannya. Dalam kejadian seperti ini, jika ada seseorang yang kolaps tiba-tiba, seharusnya diberikan pertolongan pertama secepat mungkin, berupa CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau RJP (resusitasi jantung paru).
Upaya CPR ini dilakukan untuk membantu jantung yang terhenti dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Semakin cepat CPR dilakukan, semakin tinggi angka keberhasilannya dalam membantu pasien selamat. CPR meningkatkan kemungkinan seseorang yang mengalami henti jantung menjadi selamat sebanyak 17-44%. Namun masih banyak orang awam yang tidak mengerti apa yang harus dilakukan jika melihat seseorang kolaps mendadak. Alih-alih memberikan pertolongan CPR, malah ditepuk-tepuk tangannya atau ditampar pipinya. Tindakan tersebut sangat salah karena itu bukanlah tindakan yang menyelamatkan (live saving). Oleh sebab itu, sangat penting bagi orang awam untuk mempelajari teknik-teknik dasar CPR. Contohnya dengan mengikuti kursus CPR bagi orang awam yang diselenggarakan oleh PERKI House.
Menurut dr. Vito Damay, SpJP (K), MKes, FIHA, FICA, FAsCC (spesialis Jantung dan Pembuluh Darah), berikut adalah langka-langkah memberikan pertolongan pertama pada korban yang tidak sadar, “Urutannya sangat jelas. Pertama, segera panggil bantuan. Dapat dilakukan dengan berteriak atau menelepon dengan loud speaker, sehingga Anda bisa lebih leluasa, tidak perlu memegang ponsel. Bahkan Anda bisa menulis pesan di media sosial agar siapapun yang dekat bisa menolong. Kedua, segera cek nafas dan kesadarannya (untuk tenaga medis, segera cek nadi). Apabila tidak ada respon, maka segera lakukan pijat jantung atau CPR. Memang benar, CPR seharusnya dilakukan dengan teknik yang benar dan dilakukan oleh orang yang sudah terlatih. Tetapi hanya dengan melakukan CPR dengan sebaik yang Anda bisa, itu jauh lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa atau melakukan hal lain yang tidak menolong sama sekali seperti disiram air mukanya, ditampar wajahnya, atau ditepuk-tepuk lengannya.”
dr. Vito mengatakan bahwa kejadian seseorang tiba-tiba kolaps setelah aktivitas olahraga cukup berat, merupakan suatu hal yang sering terjadi. Yang membedakan antara Eriksen dan Alm. Markis Kido adalah, Eriksen ditolong dengan cepat oleh temannya (diberikan CPR), sedangkan Alm. Markis Kido tidak. Hal ini yang menyebabkan angka keselamatan Eriksen lebih tinggi. Selain itu, penyebab utama yang mendasari kolapsnya mereka juga berbeda. Kesamaannya adalah cardiac arrest atau henti jantung. Namun bedanya, Alm. Markis Kido dikabarkan memiliki faktor resiko sebelumnya, yaitu riwayat hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hipertensi memang merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner dan serangan jantung. RISKESDAS tahun 2018 menyatakan bahwa 34% orang Indonesia memiliki hipertensi. Namun 32% di antaranya tidak rutin meminum obat, padahal obat dapat membantu mengontrol tekanan darah. Hal ini menyebabkan hipertensi dikatakan sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam. Namun sebenarnya, hipertensi ini dapat dikontrol sehingga mencegah terjadinya serangan jantung. Oleh sebab itu, sangat penting seseorang melakukan medical check up dan mengkonsumsi obat secara rutin.
Di era pandemi COVID-19 ini, sangat penting untuk menjaga keselamatan diri saat melakukan CPR. Pastikan penolong memakai masker untuk proteksi diri (idealnya, gunakan masker tiga lapis seperti masker bedah atau masker n95. Namun jika tidak ada, dapat memakai masker kain dobel). Gunakan juga face shield atau kacamata. Tindakan pijat jantung pada CPR berpotensi menimbulkan aerosol, bila korban ternyata positif terinfeksi virus SARS CoV-2. Sedangkan untuk korban, rekomendasi dari American Heart Association menyarankan untuk menutupi mulut dan hidung pasien dengan masker atau kain untuk mengurangi potensi penularan.
Mengambil hikmah dari kejadian malang yang menimpa Eriksen dan Alm. Markis Kido, alangkah baiknya jika semua atlet Indonesia diberikan pelatihan teknik CPR agar dapat sigap memberi pertolongan jika terjadi hal seperti ini. Bila Anda seseorang yang bekerja di tempat publik, apalagi seorang pegiat olahraga, sudah selayaknya pernah mengambil kursus CPR. Hubungi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia di 021-57852940 untuk informasi pelatihan CPR / Basic Life Support untuk masyarakat awam.
Oleh dr. Nathania Purnomo untuk doktervito.com